Monday, April 7, 2014

Bersyukur

     Semua hal bisa berubah. Banyak orang bilang hidup itu kadang di atas dan kadang di bawah. Sering kita menghargai diri sendiri saat di bawah dan lupa diri saat di atas. Hanya orang yang bijaksana yang bisa menempatkan dirinya dengan baik. Semua orang berpesan untuk tidak lekas puas dengan apa yang kita dapat. Kalau tidak untuk dipuaskan, lalu apa tujuan kita mendapatkan sesuatu? Kenapa kita tidak boleh menganggap hidup ini datar?
     Semua orang bisa berkata. Semua orang bisa berbual. Tapi apakah semua orang bisa berbuat? Semua yang kita lakukan membutuhkan tenaga. Tentu berbeda banyaknya tenaga yang kita keluarkan antara kita berbuat dengan kita berbicara saja. Bukan berarti hanya berbicara itu busuk. Berbicara kata-kata keajaiban lebih tajam dari pedang manapun.
     Semua mata mempunyai ketajaman pandangan. Semua orang belum tentu melihat apa yang orang lain lihat. Mata bisa bohong. Indahnya sesuatu bisa tampak dengan melihat. Mata juga bisa membuka mata hati kita. Mata hati lebih tajam dari mata. Bisa melihat sekaligus merasakan. Tapi kenapa masih ada saja orang yang menodai mata hati orang lain?

Dunia Baru Untuk Adi (Bagian 1)

Matahari bersinar di ufuk timur. Memberi pertanda bagi Ara bahwa hari telah dimulai. Matanya masih memejam. Mengelak untuk menyapa hangatnya sinar mentari pagi. Begitu pula kulitnya. Bagai melakat erat pada selimut seakan tidak mau terlapas dari kehangatan..
“Mama, boleh minta antar ke sekolah?”
“Boleh, tapi tunggu sampai mobilnya selesai dibersihkan.” Ara mengedarkan pandangan mencari Adi yang sedang membersihkan mobil.
“Mau berapa lama lagi ia kerja di sini? Dulu sekolah tidak mau, bekerja yang lebih layak juga tidak mau. Aneh, apa bahagia hidup jadi pembantu terus?”
“Sudah, itu memang janji Adi. Bekerja membantu keluarga kita.”
“Tapi bukannya kalau ia dulu sekolah atau bekerja hal yang lain itu akan memperbaiki hidupnya?”
“Berapa kali mama bilang ke kamu kalau Adi itu beda. Bukan soal uang. Ataupun bukan juga karena baik dan buruk. Hanya niat.”
“Lucu aja, ayah dulu niatnya menolong dia. Bukan maksud ayah menolong dia lalu ayah meminta dia menolong keluarga kita.”
“Adi hanya takut kehilangan keluarga kita. Ia berpikir, jika kita tidak ada, maka ia akan tetap berada di pinggiran jalan.”
“Aku tak habis pikir kenapa Adi begitu takutnya.”
“Anggap saja dia kakakmu.”
“Sudah pasti ma. Tapi Ara gak pingin dia begitu terus. Harus ada perubahan. Dia harus lebih baik.”
“Mungkin rencana kepergianmu ini akan membantu dia lebih baik.”
“Semoga saja, andai mereka setuju.”
Di luar dugaan, yang hendak melagalisir ijazah SMA tidak hanya Ara. Ara harus mengantri lumayan panjang di kantor Tata Usaha sekolah SMA Ara setahun lalu. Saat Ara duduk di samping taman, Rama dan Yani menyapanya dari kejauhan.
“Araaa…..”, teriak Yani berlari menuju Ara hingga Ara mendapat pelukan yang erat dari Yani dan Rama.
“Mau legalisir juga? Atau mau temu kangen sama guru?” tanya Ara.
“Legalisir lah. Kamu sendiri mau apa? Kurang puas dulu ngejailin Tatibsi?” sindir Rama.
“Sama. Cuma sekarang juga mau pisah kangen sama orang Tatibsi. Mau minta maaf.”
“Wih, lembut banget. Mau kemana emang? Mau pergi lama?” tanya Yani.
“Iya, kuliah S1 di Amerika Serikat kurang lebih 5 tahun sekalian magang.”
“Gila keren!”
Mereka bertiga berbicara kesana kemari. Membicarakan seberapa bodoh dan nekatnya mereka bertiga menjalani masa SMA. Hanya ketulusan persahabatan yang mereka saling tinggalkan. Hingga saatnya mereka mengejar mimpi masing-masing. Berpisah untuk bertemu kembali membawa impian mereka.
Selepas dari sekolah, Ara pergi ke sebuah kantor organisasi nirlaba dimana Ara mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di Amerika Serikat.
“Bang Agus, ini legalisir raport SMA. Kemarin mbak Yani bilang legalisir tambahannya diberikan ke abang.”
“Ok Ara terima kasih. Oya Ara, abang dengar kamu kemarin minta ke devisi pengiriman untuk diijinkan membawa kerabat ke Amerika Serikat ya?”
“Iya abang, rencananya kakak laki saya mau nemenin saya di sana. Bukannya manja, hanya untuk pendamping saja. Untuk urusan uang pesawat, visa, paspor, dan lain-lain nanti kakak saya bayar sendiri kok bang.” Jelas Ara.
“Sebenarnya bisa, bahkan sangat diijinkan. Namun, ini ada yang aneh dengan berkas yang kamu kirim. Di sini menyebutkan kamu hanya memiliki kakak perempuan. Bukan kakak laki-laki.”
Sepanjang siang Ara menceritakan siapa itu Adi kepada Abang Agus. Mulai dari saat ayahnya membawa Adi yang saat itu berumur 5 tahun ke rumah. Adi yang sebatang kara itu tak tahu tentang kehidupan. Ia hanya tahu keluarga Ara telah menyelamatkan hidupnya.
Ara yang lebih muda satu tahun dari Adi saat itu sangatlah senang mempunyai kakak laki-laki. Namun Adi tidak seperti anak-anak yang lainnya. Trauma kekerasan yang ia dapatkan di jalanan membuat ia menjadi pendiam. Hanya dengan keluarga Ara ia berani berbicara. Seberapa pun kerasnya keluarga Ara menyembuhkan traumanya, semakin bungkam Adi kepada dunia luar.
“Ma, dimana? Adi sudah siap?” telepon Ara kepada mamanya.
“Ini lagi beli makanan bentar. Sudah siap. Bagiamana? Diijinkan?”
“Alhamdulillah ma, diijinkan. Ini surat ijinnya sudah Ara bawa. Semua sudah beres.”
“Alhamdulillah, Berarti, kapan urus paspor, visa, dan tiket pesawat untuk Adi?”
“Untuk paspor dan visa, nanti Ara sama Adi bisa urus sendiri bareng. Kalau pesawat, biar sama pihak pemberi beasiswa saja yang mengurus. Kita hanya mengganti tiket pesawat untuk Adi.”
“Semoga ini yang terbaik untuk kalian berdua.”
“Iya ma, ini sebagai tanda terimakasihku kepada Adi. Saatnya dia tahu betapa indahnya dunia luar.”

Friday, April 4, 2014

Behind of OSK Malang (Part 3)

9. Keamanan
     Saat mengerjakan soal-soal olimpiade, saya berada di ruang kelas dengan dua peserta lainnya yang diawasi oleh satu pengawas. Memang kami semua berasal dari berbagi sekolah. Yang mana tempat duduk kita dengan siswa satu sekolah berjauhan. Kami duduk urut sesuai abjad nama.
     Pengawas yang ada tidak menjamin kami tidak dapat melakukan kecurangan. Banyak sekali kelemahan dalam mengawasi kami. Terdapat banyak kesempatan yang bisa kita gunakan untuk melakukan kecurangan. Namun, saya tidak melakukan kecurangan sedikit pun kok.
    Kami diijinkan menggunakan kalkulator. Walaupun dari handphone. Jadi kami bebas menggunakan handphone. Yang mana kita tidak tahu apa yang peserta lakukan di handphonenya masing-masing. Pada saat itu saya sempat membuka email dan galeri gambar.
     Siswi di samping kanan saya sepertinya sesekali menoleh ke saya. Saat saya menoleh ke dia, ternyata dia sedang membuka handphonenya di bawah meja. Saat ia tahu saya melihat kearahnya, dia segera memasukkan handphone ke sakunya. Saya tidak menuduh kok. :)
     Awalnya kami kira kami akan disuruh meletakkan tas kami di depan kelas. Hal ini akan mengurangi kemungkinan kita akan melakukan hal-hal kecurangan di tas kita. Bisa saja saya membuka buku atau mengambil catatan. Namun, saya tidak melakukan hal ini.
     Bahkan saya sempat menggunakan handphone saya untuk mengambil gambar.

10. Konsumsi
    Saya pikir saya akan mendapatkan konsumsi pada saat register. Namun tidak. Saya harus menahan perur lapar karena saya tidak membawa snack sebelum seleksi.
     Di tengah-tengah seleksi, panitia memasuki kelas dengan dua kantong plastik besar berisi kardus-kardus kecil konsumsi. Lalu panitia membagikan satu-satu ke peserta dengan cara menaruh di meja tiap peserta.
     Karena saya mulai merasa lapar, saya mengambil kardus lalu menengok apa isi kuenya. Terdapat dua kue yaitu risoles telur dan lapis. Ada hasrat ingin segera memakannya namun tidak enak dengan peserta lainnya yang masih mengerjakan soal. Bahkan siswa SMAN 3 melihat aneh saya saat saya hendak memakan kue namun menaruhnya kembali. Saya pun mengurungkan niat saya untuk memakan kue saat menunggu selesainya waktu mengerjakan soal. Saya akhirnya menghabiskan kue tersebut saat perjalanan kembali ke sekolah.

11. Uang segar
     Awalnya terasa aneh saat ada panitia yang masuk ke dalam ruangan dengan membawa setumpuk amplop kecil. Saya bingung apa maksud dari amplop itu. Dugaan awal saya isi amplop itu adalah voucher sponsor atau undangan.
     Saat tibanya amlop bernomor 39 sesuai dengan nomor peserta saya tiba di meja saya. Saya membiarkan dahulu untuk tidak membukanya. Setelah melihat siswa lain membuka amlop, saya pun terpancing untuk membuka juga. Alhamdulillah, isinya adalah uang Rp 25.000,00. Lumayan untuk makan di kantin, mengisi perut yang mulai kelaparan.

12. Tanah Paman Sam
     Saat menunggu selesainya waktu mengerjakan soal, saya menyempatkan menggambar. Untuk membunuh rasa bosan saya menggambar sesuka hati di lembar soal.
     Karena saya bisa membuka handphone, saya membuka gambar peta Amerika Serikat di galeri hp saya. Lalu saya menggambarnya walaupun saya sangat parah akan detail petanya. Namun lumayan saya bisa menggambar peta Amerika Serikat beserta negara bagiannya.
     Siswa di depan dan samping saya curiga akan hal yang saya lakukan. Tampak mereka mencuri pandang ingin tahu apa yang sedang lakukan. Dan mereka melihat saya aneh saat mengetahui saya sedang menggambar peta Amerika Serikat.

     Kurang lebih hal itu yang saya rasakan saat mengikuti OSK di SMAN 2. Semoga saya bisa melanjutkan ke tahap selanjutnya. Amin :)

OSK Ekonomi

     Hari kamis 3 April 2014 kemarin saya mengikuti seleksi Olimpiade Sains Tingkat Kota/Kabupaten tahun 2014 bidang Ekonomi. Seleksi diadakan di SMAN 2 Malang.
     Seleksi ini dilaksanakan oleh Diknas Kota Malang. Bertujuan menjaring siswa yang akan mewakili Kota Malang menuju seleksi di tingkat provinsi lalu melaju ke seleksi tingkat nasional yang disebut Olimpiade Sains Nasional (OSN).
     Mengikuti OSN di Jakarta adalah impian besar saya dan ratusan peserta lainnya. Namun saya telah melakukan yang terbaik dalam seleksi kemarin. Pasti hanyalah yang terbaik dan yang nomor satu yang akan maju ke tingkat lebih tinggi.
     Sebelumnya jauh-jauh hari saya bersama rekan olimpiade ekonomi SMAN 4 telah memperdalam kemampuan kita dalam menyelesaikan soal-soal olimpiade ekonomi. Walaupun kami tidak selalu didampingi oleh guru pembina kami. Namun sayang karena kesibukan yang kami miliki masing-masing menyebabkan kami tidak pernah belajar bersama di luar jam sekolah.
     Saya adalah siswa jurusan IPA. Dan setiap orang pasti bertanya-tanya mengapa saya mengikuti olimpiade ekonomi. Mereka heran akhir-akhir ini saya selalu membawa buku ekonomi untuk saya baca di waktu luang.
     Sebenarnya OSN adalah penghargaan tertinggi bagi kami jika kami bisa memiliki kesempatan untuk melaluinya. Namun kami hanya bisa pasrah atas kerja keras yang kami lakukan kemarin. Kami semua berharap bisa lolos pada tahap pertama OSK ini. Sehingga kita bisa melangkah ke tingkat yang lebih tinggi lagi.
     Untuk rekan olimpiade ekonomi SMAN 4 : Caca, Sofian, Dinda, dan Candra. Saya mengucapkan banyak terimakasih atas kerjasama kita selama ini. Semoga kita kedepannya bisa lebih maju lagi. Banyak kejuaraan yang menunggu untuk kita taklukan. Terus semangat!!! STETSA jaya! :)

Behind of OSK Malang (Part 2)

3. Register
     Saat saya sampai di lokasi seleksi, saya bersama rekan-rekan segera menuju bagian registrasi. Di bawah tenda panjang berukuran ± 2 x 6 meter terdapat tiga meja. Seharusnya di tiap meja terdapat label mata pelajaran. Namun, saya tidak menemukan label EKONOMI. Saya pun menghampiri suatu meja yang tidak memasang label. Ternyata itu adalah meja register ekonomi. Label ekonomi ditaruh di bawah meja. Tak salah jika kami tidak mengetahui hal ini.
     Banyak juga peserta olimpiade ekonomi. Mungkin sekitar 80 siswa atau lebih. Saat register saya harus menanda tangani lembar hadir. Ada lebih dari enam kali saya harus tanda tangan. Lalu saya mendapatkan nomor peserta saya, nomor 39.

4. Ruangan Kelas
     Saya berada di Ruang Seleksi 2. Ruangan kelasnya tidak terlalu besar. Dengan 40 kursi yang ada sehingga kelas ini bisa menampung banyak murid. Kursinya berkaki besi. Lebih berat dibandingkan kursi di STETSA. Mejanya bersih. Tidak banyak coretan-coretan di meja.
     Suasana kelasnya suram dan dingin. Namun saya merasa kepanasan. Pemandangan pohon di lapangan membuat kelas tampak sejuk saat angin berhembus.

5. Ekonomi bukan Eko-Akun
     Berdasarkan judul soal yang terdapat di cover soal, ini adalah Olimpiade Ekonomi. Awalnya saya senang karena berarti saya tidak akan menemukan soal-soal akuntansi yang kurang begitu saya pahami.
     Namun, hal ini merupakan kesalahan. 30 dari 50 soal yang disajikan adalah soal mengenai ekonomi. Sedangkan sisanya adalah soal-soal akuntansi. Yang tak ayal saya mengerjakan soal-soal akuntansi semampu saya.

6. Waktu yang berlebihan
     Soal-soal yang terdapat dalam OSK tergolong mudah. Tipe soal yang mudah namun menjebak. Dengan terdapat 50 soal, kami diberi waktu sekitar 180 menit. Menurut saya waktu ini sangatlah banyak. Bahkan menurut saya terlalu banyak. Semua soal telah saya selesaikan dalam waktu satu setengah jam. Berarti masih tersisa waktu satu setengah jam lagi. Saya merasa bosan dan capek saat menunggu habisnya waktu. Saya menyempatkan pergi ke toilet sembari berkeliling lingkungan SMAN 2. Positifnya, saya bisa lebih teliti dan ulet dalam mengerjakan soal serta memiliki banyak waktu untuk memeriksa kembali kebeneran jawaban saya.

7. Kalkulator
     Pada saat mengerjakan soal kami diperbolehkan menggunakan alat bantu hitung berupa kalkulator. Tidak dijelaskan secara detail kalkulator jenis apa yang diperbolehkan untuk digunakan. Jadi saya menggunakan kalkulator HP saya.
     Saya kira akan keluar soal-soal mengenai pendapatan sosial. Yang mana saya akan menghitung secara matematika. Dan akan sangat mudah dengan diperbolehkannya kami menggunakan kalkulator. Namun, soal mengenai pendapatan sosial tidak keluar. Tidak banyak soal-soal yang memerlukan perhitungan matematis. Sehingga keberadaan kalkulator tidak terlalu berpengaruh.

8. Tertidur
     Saat saya menunggu usainya waktu mengerjakan, saya menyempatkan untuk tidur sekejap. Kedua tangan saya lipatkan menjadi bantal kepala saya. Awalnya saya hanya berniat tidur-tidur kucing. Namun saya malah tertidur pulas. Akhirnya saya terbangun. Saya kaget saat menyadari saya baru saja tertidur. Saat bangun saya memastikan siswa di sekeliling saya adalah peserta, bukan siswa SMAN 2. Ternyata, saya tertidur selama 15 menit. Namun, saya merasa lebih segar.

Behind of OSK Malang (Part 1)

     Banyak hal yang saya peroleh saat saya mengikuti seleksi OSK Ekonomi di SMAN 2 Malang. Mulai dari yang aneh, lucu, unik dan mengharukan. Ini adalah kesan saya, entah bagaimana dengan kesan peserta yang lain.

1. Bertemu siswa sekolah lain
     Mungkin hal ini sudah biasa terjadi di kebanyakan kejuaran tingkat sekolah. Saya berjumpa dengan siswa dari SMAN 1,3,5,8,9,10 dll. Tidak ketinggalan dengan yang swasta. Seperti SMAK Kolose Santo Yusup, St. Albertus (Dempo), Freteran, dan Corjesu. Bahkan di OSK ini pesertanya ada yang berasal dari tingkat SMP. Padahal materi yang diujikan merupakan kebanyakan materi-materi siswa SMA. Jadi ingat betapa frustasinya teman saya kelas 8 SMP dulu saat tidak bisa mengerjakan soal OSK Fisika.
     Siswa dari SMAN dengan yang dari SMA swasta sangat mudah untuk dibedakan. Dari seragam saja sudah kentara jelas. Anak swasta terutama sekolah kristen lebih terlihat rajin. Sembari menunggu dimulainya seleksi, mereka tetap saja membaca materi di lembaran kertas yang mereka bawa.
     Selain itu anak SMAK lebih ramah. Siswa dari berbagai SMAK berkumpul satu meja di kantin. Saling berkenalan. Menyebutkan mereka berasal dari sekolah mana. Sungguh terlihat menyatu.
     Sedangkan siswa SMAN, lebih memilih menyendiri. Terasa sekali kesan gengsi dan minder yang tercipta. Mungkin akan saling menyapa jika kita sudah saling mengenal sebelumnya.
     Bukan maksud saya GR, namun ini benar-benar terjadi. Pada saat itu kami siswa SMAN 4 duduk di satu meja sambil bercanda, menunggu dimulainya seleksi. Beberapa siswa SMAN 3, tampak sedang melihati kami. Bukan maksud apa-apa, cuma aneh saja saat mereka melihat kami lalu saya melambaikan tangan, mereka langsung membuang muka.

2. Sekolah yang rindang
     Beruntung sekali seleksi ini tidak diadakan di SMAN 4. Sehingga saya bisa mengunjungi gedung sekolah lain. Agar saya tidak monoton dengan gedung sekolah saya sendiri.
     SMAN 2 adalah salah satu sekolah yang berumur tua di Kota Malang. Bahkan salah satu peninggalan arsitektur kolonial Belanda. Katanya, bekas peninggalan itu masih ada. Namun saya tidak banyak menemui bangunan gedung sekolah yang berarsitektur Belanda. Jika dibandingkan dengan SMAN 4, bekas kolonil masih lebih tampak di SMAN 4. Mungkin karena gedung di SMAN 4 merupakan cagar budaya sedangkan di SMAN 2 tidak, sehingga gedung tuanya kurang tampak.
     Kantin di SMAN 2 lumayan besar. Kursi dan mejanya lumayan banyak. Namun kebersihannya masih kurang terjaga. Sesekali saya melihat sampah berserakan. Selain itu, posisi sekolah yang berada di jalan protokol provinsi menyebabkan kualitas udara di sekolah kurang baik. Saya masih dapat mencium bau asap kendaraan. Dan masih terdengar lalu lalang kendaraan besar di jalan protokol.
     Namun, ruang terbuka hijau di SMAN 2 lumayan banyak. Banyak pohon dan tanaman yang tumbuh. Kadang-kadang angin berhembus sejuk. Sehingga hijau tanaman membuat suasana sekolah ini lebih baik dan segar.
     Awalnya saya kebingungan mencari letak toilet. Berkat keramahan warga sekolah, saya bisa menemukan toilet siswa di sudut belakang sekolah. Ternyata tadi saya mengambil jalan yang jauh saat mencari toilet. Tapi tata letak bangunan sekolah lumayan rapi dibandingkan SMAN 4 yang lebih padat dan membingungkan.
     Toiletnya lumayan bersih. Tidak tercium aroma anyir. Toiletnya tidak terlalu luas. Jumlah pispot dan wc tidak terlalu banyak. Bahkan pispotnya sangat kecil daya alir airnya. Bagusnya, di sini tidak tampak air yang terbuang sia-sia seperti di toliet di SMAN 4.